Rabu, 26 Juli 2017

Media Sosial dan Atas Nama Kebebasan

Istimewa
Kehadiran media sosial terutama facebook dan twitter seakan menjadi surga kebebasan bagi masyarakat, terutama masyarakat moderen sekarang, tidak saja sekedar sebagai sarana menjalin pertemanan dan komunikasi, juga sebagai bagian tidak terpisahkan dalam kehidupan sebagian masyarakat

Media mengekspresikan fikiran, gagasan pandangan hingga  kritikan tentang berbagai pristiwa maupun kebijakan dijalankan pemerintah. Media sosial juga seakan sebagai jawaban atas apa yang selama ini menjadi kegelisahan dan harapan sebagian besar masyarakat akan kehadiran media baru, media alternatif atas dominasi media mainstrim sebagai ruang ekspresi maupun mendapatkan informasi

Dalam perjalanannya, media sosial juga menjadi kekuatan yang sedikit banyak telah memberikan warna dan corak baru mempengaruhi dan berdampak cukup besar bagi kehidupan masyarakat, baik menyangkut pola komunikasi, pola fikir maupun kehidupan masyarakat secara ekonomi, politik dan sosial budaya

Bagi sebagian masyarakat, terutama masyarakat moderen, media sosial belakangan tidak sekedar dimanfaatkan  sebagai media menjalin pertemanan dan komunikasi biasa,  tapi telah menjadi media media komunikasi melakukan gerakan menggalang kekuatan di tengah masyarakat

Dari gerakan solidaritas sosial kemanusiaan, gerakan politik sampai gerakan propaganda berbau kebencian dan permusuhan di tengah masyarakat, melalui pengelolaan isu - isu sensitif yang mampu mengaduk emosi serta mempengaruhi fikiran masyarakat


Kebebasan yang Bertanggung Jawab

Istimewa
Media sosial di tengah masyarakat harus diakui di satu sisi telah memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat sebagai ruang ekspresi memberikan kemudahan dan keleluasaan bagi setiap orang atau masyarakat sebagai menjalin komunikasi pertemanan

Tapi di sisi lain, juga bisa menjadi ancaman kerukunan, kebhinekaan, menimbulkan permusuhan dan perpecahan di tengah masyarakat ketika tidak bijaka dalam pemanfaatan. Apalagi kalau sampai disalahgunakan melakukan propovaksi menebar kebencian dan permusuhan bernuansa isu Suku Agama Ras dan Antar Golongan (Sara)

Etika dan norma tidak lagi dipedulikan, atas nama kebebasan, seseorang terkadang demikian mudah melakukan penghakiman, mengafirkan orang lain yang dinilai tidak sefaham dan berbeda pandangan dengan dirinya. Interaksi media sosial juga menjadikan sebagian orang demikian sangat sensitif dan mudah terprovokasi

Tidak lagi bisa membedakan mana kritikan dan ujaran kebencian termasuk privasi orang lain yang jadi sasaran. Kebencian secara berlebihan juga terkadang menjadikan sebagian orang kehilangan nalar sehat untuk berfikir kritis tentang suatu persoalan, sensitif, mudah tersinggung

Mengkonsumsi informasi yang tersaji secara mentah, tanpa melakukan proses verifikasi atau mengkritisi kebenaran dari informasi didapatkan. Itu tidak saja banyak menimpa masyarakat awam, tapi juga mereka yang berpendidikan, sebagai korban maupun pelaku penebar ujaran kebencian dan informasi menyesatkan kepada masyarakat

Lahirnya UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) termasuk kebijakan pemerintah melakukan pemblokiran terhadap aplikasi telegram baru - baru ini, terlepas dari pro dan kontra di tengah masyarakat, membuktikan betapa media sosial dan kebebasan diberikan telah banyak disalahgunakan melampaui batas kewajaran, sehingga diperlukan aturan melalui UU

UUD 1945 memang telah menjamin kebebasan setiap warga negara untuk mengemukakan segala ide, pikiran atau pendapat secara bebas tanpa tekanan, Tapi tentu kebebasan yang bisa dipertanggungjawabkan, bukan kebebasan yang kebablasan. Mari bijak bermedsos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah mengunjungi blog saya, komentar positif dan bersifat membangun akan menjadi masukan dan perbaikan